Pendidikan
Karakterku, Masa Depanku
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Pasal 31 ayat
1-3:
(1)
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya.
(3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelanggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan
bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Hal ini
dimaksudkan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter.
Berdasarkan UUD pasal 31 serta
Pasal
I UU Sisdiknas tahun 2003 mengenai pendidikan, terlihat bahwa
salah satu fokus terpenting negara adalah mengenai pendidikan. Pendidikan yang
berkualitas dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang cerdas merupakan pondasi
sebuah negara menjadi negara yang maju. Namun untuk mencetak SDM yang cerdas tentunya
bukan hanya perkara menjadikan seseorang pintar saja tetapi juga bagaimana
menjadikan pribadi yang bermoral. Pendidikan yang pada umumnya didapat di
bangku sekolah lebih ditekankan untuk melatih kemampuan kognitif. Padahal ada
hal lain yang sering terlupakan namun memiliki peran dan fungsi yang besar bagi
masa depan seseorang, yaitu pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dilakukan secara bertahap mulai dari
peranan keluarga, lingkungan sekitar, lingkungan sekolah, kampus dan lingkungan
sosial. Pendidikan karakter akan sangat mempengaruhi individu setelah menjadi
dewasa.
Manusia sebenarnya memiliki daya cipta, rasa
dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja yang diasah, maka
terjadi ketidakseimbangan. Antara rasa afeksi (EQ) dan karsa. Ketidakseimbangan
akan terasa dan terlihat di kala dewasa. Akibatnya dapat terjadi krisis moral
di masyarakat. Krisis moral dapat terlihat dari adanya
penyimpangan-penyimpangan norma sosial. Berbagai penyimpangan terhadap
norma-norma yang terjadi menandakan bahwa lemahnya pendidikan karakter. Contoh
nyata dari tidak seimbangnya pendidikan kognitif dengan pendidikan karakter
adalah saat kita melihat atau sering kita jumpai maraknya pencurian,
penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, pergaulan bebas, kurangnya rasa empati
dan simpati terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan dan lain-lain. Contoh lainnya banyak pemimpin di negara ini
yang melakukan tindakan korupsi. Padahal jika ditelisik mereka memiliki riwayat
pendidikan yang tinggi. Dari hal ini maka
sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya
pendidikan. Karena pendidikan bukan hanya melatih kemampuan kognitif
saja melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak yang bermoral agar sesuai
dengan etika yang berlaku di masyarakat.
Berbicara mengenai masa depan, masa depan
bukan hanya mengenai menjadi seperti apa diri kita dikemudian hari tetapi juga
bagaimana kita berada di tengah-tengah masyarakat dan kontribusi apa yang bisa
kita berikan untuk lingkungan sekitar. Banyak orang yang sukses di kemudiah
hari dari segi materi namun kurang sukses dilingkungan sosial. Menjadi pintar
saja tidak cukup perlu dibarengi dengan moral, akhlak, dan etika yang baik
pula. Maka dari itu jika hanya berbicara mengenai pendidikan secara kognitif
saja yang mempengaruhi masa depan, rasanya seperti “pincang” jika tidak
diimbangi dengan pendidikan karakter.
Komentar
Posting Komentar