Goresan Tinta

Aktivitas saya sebagai mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi cukup menyita waktu saya. Kuliah, praktikum, ujian, berorganisasi, mengerjakan tugas dari dosen. Selain itu saya sebagai anak perantauan yang jauh dari orang tua membuat mau tidak mau saya harus mengurus segala keperluan saya sendiri. Sebagai anak kos tentu saja untuk urusan perut juga harus diurus sendiri. Aktivitas yang sudah cukup padat sering membuat saya tidak sempat makan. Kalaupun makan juga tidak teratur. Apalagi saya sebagai penyuka makanan pedas. Jika makanan yang saya makan tidak pedas rasanya seperti ada yang “kurang”. Di samping itu, mengerjakan tugas sampai begadang karena sudah dikejar deadline pun sudah menjadi keseharian. Kopi sudah menjadi teman saya di kala saya harus berkutat dengan tugas saya. Oleh karena itu, tak jarang maag sering melanda saya. Jika sudah seperti ini, segala aktivitas saya dapat terhambat dan terganggu. Bukan hanya saya saja sebagai mahasiswi yang dapat terkena maag, ibu saya yan

Bogor memiliki berbagai komoditi tanaman pangan dan holtikultura unggulan. Di antaranya yaitu Talas Bogor. Tidaklah sulit untuk menemukan talas di kota hujan ini. Talas sudah lama dibudidayakan di daerah Bogor bahkan menjadi komoditas andalan yang menjadi ciri khas kota hujan ini. Para penjual yang menjajakan talas dapat dengan mudah ditemui di sekitar pintu utama Kebun Raya. Beberapa jenis talas yang terdapat di daerah Bogor adalah talas sutera, talas bentul dan talas ketan. Talas sutera memiliki daun yang berwarna hijau muda dan dan berbulu halus seperti sutera. Umbinya kecoklatan dengan ukuran sedang sampai besar. Talas bentul memiliki umbi yang lebih besar berwarna lebih muda kekuning-kuningan dan warna batang yang lebih ungu dibanding talas sutera. Talas ketan warna pelepahnya hijau tua kemerahan. Di Bogor dikenal pula jenis talas mentega (talas gambir/talas hideung), karena batang dan daunnya berwarna unggu gelap. Talas biasanya disajikan secara tradisional, yakni dikukus